Thursday, September 2, 2010

FPR Nilai Pernyataan Kajari Setengah Hati


politiksaman.com-Lubuklinggau (02/09), Pernyataan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lubuklinggau, Sumatera Selatan yang mengaku siap menyelidiki informasi adannya dugaan penyelewengan tersebut setelah adanya laporan dari anggota DPRD, dianggap Front Perlawanan Rakyat (FPR) sebagai ungkapan setengah hati dalam melawan penyakit korupsi di Lubuklinggau.

Menurut Ketua Harian FPR, Edwar Antoni semestinya pihak Kajari tak mesti menunggu laporan dari pihak Dewan atau masyarakat, atas polemik anggaran dana beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkot Lubuklinggau, yang diduga tidak rasional terutama permasalahan terbaru tentang dana anggaran Disnakan. Sebab menurutnya, bukankah kasus indikasi korupsi tak mesti ada delik aduan, sebagaimana dengan tujuan penegakkan Supremasi hukum dan clean Guverment. Sebab tak semua masyarakat mengerti dan memiliki data detil masalah korupsi, dan Media massa serta temuan dilapangan adalah juga hal yang mesti menjadi pertimbangan.

"Semestinya Kajari tak perlu menunggu laporan dari pihak Dewan untuk menyelidiki masalah yang berkembang saat ini di DPRD Kota Lubuklinggau, saya merasa ini adalah pernyataan live service belaka yang setengah hati dari Kajari Lubuklinggau untuk pemberantasan korupsi. " Ujarnya

Ia juga menambahkan bahwa Kajari harus membuktikan peranannya dalam hal ini, Apalagi dengan kabar hari ini dimana pihak Banggar DPRD Lubuklinggau secara nyata menganulir rekomendasi komisi II untuk mencoret kegiatan yang dinilai hanya menghamburkan-hamburkan uang rakyat. Secara hukum hal tersebut telah ada indikasi tindak pidana korupsi sesuai UU nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. Sebab ada kemungkinan persekongkolan dalam meloloskan Anggaran Disnakan itu, padahal sesuai peraturan yang ada Banggar tidak berhak menganulir rekomendasi komisi II.

Dimana pada UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pidana Korupsi pada Pasal 2 mengatakan (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Sedangkan Pasal 3 mengatakan Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Dan pasal pada Pasal 4 menuturkan Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

" Jika kita memperhatikan keinginan Komisi II untuk mengugat pihak Banggar dan Pimpinan Dewan tentunya juga ada indikasi memenuhi unsur UU Tipikor tersebut pada Pasal 15 yang berbunyi Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14." Ungkapnya.

Sebelumnya Kajari Lubuklinggau, Taufik Satia Diputra Rabu (010/9) mengatakan, apa yang disampaikan dalam rapat paripurna baru sebatas pandangan fraksi terhadap laporan yang didapat anggota fraksi dilapangan.

“Belum ada persetujuan secara resmi oleh sidang paripurrna untuk menindak lanjuti laporan tersebut,” ucap Taufik.

Lebih lanjut Taufik menjelaskan, pihaknya tidak ingin melangkahi apa yang menjadi kewenangannya. Sebab apa yang dilakukan anggota dewan merupakan bentuk pengawasan badan legislatif terhadap kinerja eksekutif. Maka prosedurnya pihak eksekutif dalam hal ini walikota akan memberikan jawaban dari pandangan fraksi.

Tapi tidak menutup kemungkinan kata Taufik, bila ada laporan dari anggota DPRD Kota Lubuklinggau kepada Kejari Lubuklinggau pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut. Karena pada prinsipnya kejaksaan tidak boleh menolak kasus atau laporan yang ada.

”Tentunya kita akan menyelidiki terlebih dahulu, melalui seksi intelejen,”ujarnya. (polsaman)

0 komentar:

Post a Comment

Komentar Pengunjung

ARSIP

PROFILE TOKOH

PUISI & SASTRA

OPINI

  • Kaca Benggala: Sumpah Palapa - Oleh: Agus Jabo Priyono*) Ibarat pepatah, sebagai sebuah bangsa kita sedang berlayar dengan perahu besar, melawan gelombang liar. Dikurung langit yang tla...
    15 years ago