politiksaman.com-Lahat (08/06), Terkait, kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) para tenaga kerja Outsorching di Koperasi Karyawan (Kokarya) PT Kereta Api Indonesia (PT.KAI) masih berbuntut panjang. Setelah sebelumnya sebanyak 49 pekerja menuntut haknya setelah di pecat, kemarin ternyata masih ada sekitar 13 orang pekerja lagi yang masih menolak kebijakan, sehingga mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) guna untuk menyampaikan hak mereka selaku pekerja serta mencarikan solusi bagi mereka.
Pada pertemuan kemarin, selain di hadiri oleh segenap anggota DPRD khususnya Komisi IV, juga mengundang pihak Kokarya PT.KAI sendiri. Dengan harapan akan di dapatinya keputusan yang bias memuaskan bagi semua pihak.
Dalam penjelasannya, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan (Disnakertransduk) Lahat, H Hasnul Basri HS SH mengatakan sebenarnya jika di kembalikan kepada aturan hokum yang ada, khususnya masalah ketenaga kerjaan dan outsorching sendiri, bagi perusahaan atau yang mempekerjakan pekerja di saat memutuskan hubungan kerja wajib memberikan hak-hak si pekerja sesuai masa kerja yang sudah di laluinya.
“Perusahaan memang wajib kok untuk membayar kewajibannya yang menjadi hak si pekerja. Sesuai dengan lamanya masa kerja mereka sendiri,” ungkap Hasnul.
Hasnul menjelaskan, sebenarnya mereka baik itu Disnakertransduk, pekerja, dan juga Kokarya sudah berupaya bertemu sebelumnya. Akan tetapi, sampai saat ini masih tersisa 13 orang saja, yang masih menuntut haknya selaku pekerja yang ada, dan memang di katakana Hasnul hal ini sah-sah saja adanya.
“13 orang ini hanyalah sisa dari jumlah semula yaitu sekitar 49 orang. Dimana mereka memang berhak untuk menuntut haknya masing-masing. Akan tetapi, kami selaku Dinas terkait sejauh ini tidak lagi memiliki wewenang tanggung jawab kedepannya,” ujarnya.
Sementara itu, Hasan Bidawi Ketua Kokarya PT.KAI Lahat mengatakan, pihaknya jika harus memenuhi semua tuntutan dari karyawan merasakan keberatan. Akan tetapi bukan berarti mereka menolak bertanggung jawab atas kewajibannya, namun, mereka meminta dengan fasilitatornya DPRD agar kiranya mereka di berikan keringanan minimal membayar setengah dari masa kerja yang ada untuk masing-masing pekerja.
“Kami mohon kepada semua pihak Bantu kami dan pahami kami. Tidaklah mungkin kami sanggup membayar semua kewajiban yang ada, dan jelas ini akan berdampak pada bangkrutnya Kokarya,” ungkap Hasan.
Pasalnya, dikatakan Hasan, jika memang hal ini bias di laksanakan. Hasan berjanji dalam waktu dekat semua kewajibannya akan segera di bayarkan kepada para pekerja yang ada di lapangannya.
“Jika memang usulan kami di terima, dalam waktu singkat pula kami akan membayarnya,” lanjut Hasan.
Menyikapi hal ini, pihak DPRD, khususnya Komisi IV melalui Koordinatornya, Sri Marhaeni SH menyarankan agar kiranya usulan yang di kemukakan oleh pihak Kokarya bias dipertimbangkan lagi, dan dalam waktu dekat bias segera di bicarakan dan di realisasikan. Namun, jika memang sampai detik inipun pihak pekerja masih tidak bias menerimanya, maka pihak DPRD merasa mereka sudah tidak mau lagi terlibat dalam hal ini, dan mempersilahkan semua pihak untuk berurusan kepada tingkat yang lebih serius lagi.
“Kami sarankan agar usulan Kokarya di pertimbangkan. Tapi semua jadi hak masing-masing pihak, termasuk jika akan berurusan dengan hokum, dan kami tidak akan ikut campur lagi di dalamnya nanti,” ungkap Sri tegas.
Sampai pertemuan di tutup saja, akhirnya antara semua pihak, baik Kokarya, Pekerja, dan juga DPRD tidak menemukan kesepakatan. Dimana intinya pekerja tetap menuntut hak-hak mereka yang sebenarnya, dan jika memang harus menempuh jalur hokum sekalipun, pihaknya tidak akan gentar.
“Sungguh tidak manusiawi sekali mereka, dimana dengan seenaknya memutuskan seperti itu. Kami tidak menerimanya, dan jika memang jalan satu-satunya adalah jalur hokum, kami akan jalani itu,” ujar Yulain Antoni, seorang perwakilan pekerja, di dampingi penasehat hukumnya, Redi Setiadi SH, kemarin saat dikonfirmasi usai pertemuan dengan Dewan. (firdaus*)
0 komentar:
Post a Comment