Politiksaman.com-Musi Rawas (01/02), perjalanan panjang perjuangan para petani 6 Desa Trans HTI untuk mendapatkan hak mereka untuk lahan garapan dan Batas wilayah desa mereka semakin mendapatkan angin segar.
16 orang perwakilan dari 6 Desa Trans HTI ini berakangkat ke Jakarata bersama Komisi I DPRD Kab. Musi Rawas dan pimpinan Front Perlawanan Rakyat (FPR) pada tanggal 26 Januari 2010 lalu sedikit banyaknya memberikan sebuah jawaban tentang penyelesaian polemic yang terjadi didesa mereka. Dalam perjalanan ini juga diikuti 3 Kepala Desa dan 2 Badan Perwakilan desa (BPD).
Tanggal 28 Januari 2010 para rombongan perwakilan desa Trans HTI ini diterima Dirjen Kehutanan yang diwakili oleh direktur pengunaan lahan Dr. Ir. Dwi Sudharto, Msi. Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Komisi I DPRD Kab. Musi Rawas Alamsyah A Manan menjelaskan kronologis kedatangan mereka dan masalah petani yang berkembang saat ini didesa trans HTI. Dirjen Kehutanan mengatakan bahwa Trans HTI tersebut tidak mendapatkan izin dari Menteri Kehutanan, dan hal tersebut merupakan bagian dari 400 kasus serupa yang ditangani oleh mereka.
Menurut Dwi Sudharto yang pernah bertugas dikota Lubuklinggau ini, menjelaskan. Kasus trans HTI ini berawal dari tidak konfirmasinya kementerian Trans kepada Menteri Kehutan. Hal ini terlihat dengan tidak adanya SK yang dikeluarkan oleh MEnteri Kehutanan. “ Pihan Mentrans waktu itu asal tembak saja, tanpa kordinasi kepada pihak menteri kehutanan. Akibatnya menajdi masalah seperti sekarang, ada 200 kasus yang sudah diselesaikan dan kasus Trans HTI ini harus diproritaskan. Trans HTI ini illegal “ ujarnya. Pernyataan Dwi Sudharto ini terang saja membuat 3 kepala desa Trans HTI terkejut dan meminta penjelasan, kenapa mereka disebut illegal dan kepala desa illegal.
Pihak Dirjen menjelaskan bahwa tidak ada objek yang memiliki dua SK, tapi masalah tersebut harus diselesaikan dengan beberapa cara pertama mungkin solusi HTR (Hutan Tanaman Rakyat) kedua adalah dengan jalan revisi tata ruang daerah yang diusulkan oleh Bupati dan Gubernur, dan hal ini beberapa daerah sedang melakukan pengusulan Revisi Tata ruang tersebut. Ketika komisi I DPRD Kab. Musi Rawas dan perwakilan kepala desa membuka peta HTR ternyata letaknya jauh dari desa Trans HTI yang mereka diami, berkisar antara 198 Kilometer. Sehingga pihak Dirjen menyimpulkan bahwa HTR bukan solusi yang tepat, karena jauh dari tempat tinggal mereka.
Dirjen Kehutanan melalui Dwi Sudharto mengatakan bahwa HTR tersebut sebetulnya telah disiapkan berkisar 4 hingga 15 hektar setiap petaninya, dan saat ini ada dana sebesar 1 Triliun yang siap digunakan untuk program ini. Salah satu pendamping petani dari Serikat Tani Nasional (STN), Wiwik mengatakan bahwa ada kebingungan pihak mereka dan para petani Trans HTI ini tentang penjelasan pihak Dirjen, bagaimana mungkin dua Kementerian yang merupakan bagian dari Institusi Negara yang berkompeten tidak saling kordinasi dan saling menyalahkan, padahal dalam menetapkan hal tersebut ada SKB yang dikeluarkan pada tahun 1990 dan kemudian di SK kan oleh Kementerian Trans untuk Trans HTI tersebut pada tahun 1992 nomor 26. Hal ini perlu disikapi karena jika hal tersebut dikaji maka ada kesalahan yang mendasar tentang SK penetapan Desa Depenitip pada tahun 1998 oleh Gubernur Sumatera Selatan dan Sk Bupati yang menetapakan para pimpinan Desa ini menjadi kepala desa. Karena itu menurut dedengkot Serikat Tani Nasional ini, harus ada sebuah tim bersama untuk mengkaji ini yang melibatkan 3 kementerian langsung yaitu Menteri kehutan, Menteri Transmigrasi dan Mendagri agar semuanya jelas.
Dalam pertemuan yang dimulai pada pukul 09.00 Wib di lantai 7 Dirjen Kehutanan ini, para kades yang disebut ilegas mencopot cupunya dan setelah selesai pertemuan pada pukul 12.30 Wib secara spontan mengadu kekomisi III DPRRI secara lisan, dan yang lainnya ikut aksi nasional bergabung dengan GIB (Gerakan Indonesia Bersih) yang difasilitasi FPR dan STN untuk mendapatkan solidaritas dari elemen lain tentang nasib mereka. Sekjen Serikat Tani Nasional (STN) Wiwik mengatakan jika hal ini berlanjut, mereka akan melakukan aksi ke Kedutaan Jepang sebagai solidaritas kepada Petani Trans HTI ini.
Keesokan harinya pada tanggal 29 Januari 2010 rombongan Trans HTI ini yang dikawal oleh FPR dan STN kembali menemui Dirjen Trans untuk meminta penjelasan tentang hasil pertemuan mereka kemarin didirjen Kehutanan. Ketua Komisi I DPRD Kab. Musi Rawas Alamsyah ditemani oleh Ahmad Bastari dari PAN yang juga anggota Komisi I mengatakan bahwa mereka amat kecewa dengan kerja Dinas Kehutanan dan Dinas Trans Kab. Musi Rawas yang hingga saat ini tidak menunjukan itikad baik membantu penyelesaian masalah rakyat ini. Alamsyah A Manan juga menjelaskan dalam pembukaan pertemuan ini, meminta permasalahan Trans HTI ini dapat diproritaskan lebih dibanding daerah lain, karena kondisi masyarakat Trans HTI ini yang berjumlah 6 desa tersebut amat memprihatinkan dan mereka tidak bisa membangun infrastruktur apapun didesa mereka karena tidak ada kejelasan status lahan tersebut. Dimana jalan di 6 desa tersebut tidak dapat di bangun karena bermasalah lahan selama 12 tahun lebih setelah definitive, dan 6 desa ini juga tidak dialiri listrik dan mereka sulit untuk bercocok tanam karena di teror terus oleh pihak PT. MHP yang mengklaim lahan mereka.
Sobirin dari direktur pemindahan dan penetapan lahan Dirjen Trans mengatakan mereka akan memproritaskan hal ini, karena HTR yang dibicarakan di Dirjen Kehutanan bukan lagi solusi tepat makan revisi tata ruang lah yang harus dipercepat. Mirwanto sebagai sekretaris Dirjen Trans dan pimpinan sidang menegaskan setelah mendengarkan seluruh persoalan dan komplain kepada desa dan FPR tentang status illegal yang diutarakan Dirjen Kehutanan, diambil keputusan bahwa pada tanggal 15 Febuari 2010 pokja dan tim akan turun untuk mengecek tentang semua unsure serta akan melibatkan pihak provinsi Sumatera Selatan dan pemerintahan kabupaten Musi Rawas untuk menyelesaikan masalah ini.
Edo.
0 komentar:
Post a Comment