BERDIKARI Online, Mataram : proses pelantikan anggota DPRD NTB periode 2009-2014 dikepung oleh berbagai aksi massa. Sejumlah organisasi mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan organisasi-organisasi rakyat mendatangi gedung perwakilan rakyat ini.
Aksi pertama dilakukan oleh puluhan massa dari Sukarelawan Perjuangan Rakyat untuk Pembebasan Tanah Air (SPARTAN), yang merupakan perwakilan dari berbagai organisasi rakyat, seperti serikat buruh, organisasi petani, mahasiswa, dan kaum miskin perkotaan.
Kemudian, aksi kedua dilakukan oleh massa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP Mataram, dan berbagai kelompok mahasiswa lainnya. Mereka menggabungkan diri dalam sebuah aliansi bersama, bernama Gerakan Berantas Politisi Korup (Gebrak).
Massa kesulitan untuk bertemu dengan anggota DPRD yang baru dilantik, sebab dijaga oleh barikade ratusan orang polisi. Akhirnya, massa aksi hanya menyampaikan orasinya di depan gedung DPRD, Selasa, sambil membagi-bagikan selebaran dan pernyataan sikapnya.
Koordinator SPARTAN Ahmad Rivai, dalam orasinya mengatakan, para anggota DPRD yang baru dilantik tidak dapat diharapkan berpihak kepada rakyat, sebab mereka buta dan tuli dengan persoalan dan aspirasi rakyat NTB.
Ada begitu banyak persoalan rakyat di NTB sekarang ini, diantaranya persoalan menyempitnya lapangan pekerjaan, upah buruh yang rendah, persoalan konflik agraria, harga jual produk pertanian yang sangat merugikan petani, persoalan perumahan bagi rakyat, hingga persoalan pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk seluruh rakyat.
Bersamaan dengan ambisi Pemda untuk menjadikan NTB sebagai pusat pariwisata, maka dipastikan akan banyak konflik agraria. Penyebabnya, pembukaan lokasi pariwisata ini banyak menggusur daerah pertanian, pemukiman, perkebunan, dan usaha rakyat lainnya.
Seluruh agenda itu, menurut Rivai, masih terkatung-katung, sebab tidak menjadi orientasi dan agenda politik para anggota DPRD. Pengalaman anggota DPRD yang sebelumnya, telah membuktikan bahwa DPRD hanya lembaga pemberi stempel kebijakan pemda yang tidak pro-raktyat, disamping menjadi sarang perilaku korupsi dan kolusi.
Untuk itu, Ahmad Rivai menantang DPRD yang baru untuk menandatangai sebuah kontrak politik, sebagai pegangan rakyat untuk mengukur kinerja DPRD ke depan.
"Bila nantinya mereka tidak becus, tidak berpihak kepada rakyat, maka kita punya pegangan untuk menggantikan mereka," ujarnya.
Dalam aksinya itu, SPARTAN juga menganjurkan kepada rakyat untuk pendirian front politik kerakyatan. Wadah ini mengacu kepada organisasi-organisasi rakyat, dan berdasarkan partisipasi rakyat dari bawah. Dari sini nantinya, rakyat terlibat langsung dalam mendiskusikan, merumuskan, dan memutuskan kebijakan untuk pembangunan komunitasnya.
Sementara itu, Gerakan Berantas Politisi Korup (Gebrak) yang merupakan gabungan KAMMI dan BEM, menekankan kepada pembersihan DPRD dari perilaku KKN. Mereka menuntut agar DPRD yang terbukti korup, segera mengundurkan diri.
ULFA ILYAS
Aksi pertama dilakukan oleh puluhan massa dari Sukarelawan Perjuangan Rakyat untuk Pembebasan Tanah Air (SPARTAN), yang merupakan perwakilan dari berbagai organisasi rakyat, seperti serikat buruh, organisasi petani, mahasiswa, dan kaum miskin perkotaan.
Kemudian, aksi kedua dilakukan oleh massa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP Mataram, dan berbagai kelompok mahasiswa lainnya. Mereka menggabungkan diri dalam sebuah aliansi bersama, bernama Gerakan Berantas Politisi Korup (Gebrak).
Massa kesulitan untuk bertemu dengan anggota DPRD yang baru dilantik, sebab dijaga oleh barikade ratusan orang polisi. Akhirnya, massa aksi hanya menyampaikan orasinya di depan gedung DPRD, Selasa, sambil membagi-bagikan selebaran dan pernyataan sikapnya.
Koordinator SPARTAN Ahmad Rivai, dalam orasinya mengatakan, para anggota DPRD yang baru dilantik tidak dapat diharapkan berpihak kepada rakyat, sebab mereka buta dan tuli dengan persoalan dan aspirasi rakyat NTB.
Ada begitu banyak persoalan rakyat di NTB sekarang ini, diantaranya persoalan menyempitnya lapangan pekerjaan, upah buruh yang rendah, persoalan konflik agraria, harga jual produk pertanian yang sangat merugikan petani, persoalan perumahan bagi rakyat, hingga persoalan pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk seluruh rakyat.
Bersamaan dengan ambisi Pemda untuk menjadikan NTB sebagai pusat pariwisata, maka dipastikan akan banyak konflik agraria. Penyebabnya, pembukaan lokasi pariwisata ini banyak menggusur daerah pertanian, pemukiman, perkebunan, dan usaha rakyat lainnya.
Seluruh agenda itu, menurut Rivai, masih terkatung-katung, sebab tidak menjadi orientasi dan agenda politik para anggota DPRD. Pengalaman anggota DPRD yang sebelumnya, telah membuktikan bahwa DPRD hanya lembaga pemberi stempel kebijakan pemda yang tidak pro-raktyat, disamping menjadi sarang perilaku korupsi dan kolusi.
Untuk itu, Ahmad Rivai menantang DPRD yang baru untuk menandatangai sebuah kontrak politik, sebagai pegangan rakyat untuk mengukur kinerja DPRD ke depan.
"Bila nantinya mereka tidak becus, tidak berpihak kepada rakyat, maka kita punya pegangan untuk menggantikan mereka," ujarnya.
Dalam aksinya itu, SPARTAN juga menganjurkan kepada rakyat untuk pendirian front politik kerakyatan. Wadah ini mengacu kepada organisasi-organisasi rakyat, dan berdasarkan partisipasi rakyat dari bawah. Dari sini nantinya, rakyat terlibat langsung dalam mendiskusikan, merumuskan, dan memutuskan kebijakan untuk pembangunan komunitasnya.
Sementara itu, Gerakan Berantas Politisi Korup (Gebrak) yang merupakan gabungan KAMMI dan BEM, menekankan kepada pembersihan DPRD dari perilaku KKN. Mereka menuntut agar DPRD yang terbukti korup, segera mengundurkan diri.
ULFA ILYAS


0 komentar:
Post a Comment