Politiksaman.com-Lubuklinggau (08/08), Tingginya kerusakan hutan yang mencapai ambang sangat kritis seluas 239,25 hektar dari 3.429, 69 lahan kritis, Dinas Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan (DTPPK) Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan membutuhkan tenaga polisi kehutanan (Polhut) untuk menjaga perusakan dan mengurangi kerusakan hutan.
Saat ini Pemkot Lubuklinggau tak memiliki satupun personil Polhut, padahal setidaknya setiap kecamatan idealnya memiliki 1 orang Polhut untuk menjaga areal hutan yang ada di Lubuklinggau. Terutama di kecamatan yang memiliki luas lahan kritis yang amat tinggi, Seperti Kecamatan Lubuklinggau Utara I yang luas hutan lindungnya 567 hektar sedangkan lahan kritisnya mencapai 50 % lebih yaitu 352 hektar selain dai lahan tersebut 150 hektar lagi memilki potensi kekritisan yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini Disampaikan oleh Kepala Bidang Perkebunan dan Hutan (Bunhut) DTPPK, Abu Bakar.
"Jika melihat potensi dan kondisi hutan kita saat ini, setidaknya setiap kecamatan harus memiliki 1 orang Polhut untuk membantu pemerintahan kota Lubuklinggau mengawasi hutan Lindung kita yang jumlahnya cukup sedikit, dan tentunya diperlukan penjagaan yang berkesinambungan, agar cuaca, cadangan air serta udara dapat terjaga, " katanya.
Menurutnya saat ini DTPPK hanya mengandalkan pihak balai TNKS untuk menjaga hutan Lindung dan TNKS yang ada. Sedangkan pihak TNKS sediri memiliki personil Polhut yang amat terbatas dan bisa dipastikan tak akan bisa membagi kerjanya untuk ikut membantu pemerintahan kota Lubuklinggau menjaga hutan Lindung yang ada sebagi paru-paru kota.
" Pihak TNKS memiliki tugas lebih penting untuk menjaga kawasan Hutan TNKS yang saat ini amat rawan dijarah masyarakat yang tidak mengerti fungsi dati hutan tersebut bagi orang banyak dan dirinya sendiri. Liha saja data hutan kritis TNKS mencapai 927,25 dari 6.616,95 luasnya, " ujarnya.
Selain itu ia juga menjelaskan untuk menangulangi lahan kritis ini selain membutuhkan personil Polhut, upaya yang mereka ambil adalah dengan mengendalikan penghijauan, sumur resapan, peningkatan daerah resapan, perbaikan daerah aliran sungai serta melakukan penyuluhan terhadap masyarakat untuk meningkatkan kesadaran lingkungan.
Abu Bakar juga menyampaikan tingginya faktor potensi kerusakkan hutan selain karena pola hidup masyarakat yang suka membuka Hutan untuk berladang berpindah-pindah, dan merusak lingkungan dengan membakar semak, juga karena faktor ekonomi, sehingga kerusakan hutan terus bertambah dan tidak sebanding dengan kemampuan pemerintah daerah untuk melakukan rehabilitasinya.
Hasil Pantauan dilapangan didaerah kawasan Hutan Lindung Kota Lubuklinggau dan kawasan TNKS masih banyak kegiatan masyarakat yang berusaha merusakan kawasan tersebut dengan melakukan perambahan hutan dan merusak daerah aliran sungai dengan pembangunan usaha penambangan golongan C.(Edo*)
0 komentar:
Post a Comment