*Bibit PO 2007 Faktanya Memang ‘Bayi’ Sapi*
politiksaman.com-Lahat (27/08) Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan Ongle Tahun 2007 yang dikucurkan oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2007 tetang Pengadaan Sapi PO sebesar Rp 607.860.000.00’. dari Tingkat II Lahat, dan Pengadaan Sapi Bali dari APBD Tingkat I Sum-Sel sebesar Rp 460.610.000.00’. juga ditambah pengadaan sapi bali dan kambing dari DAK Non DR, sebesar Rp, 790,850 Juta. jadi total keseluruhan dana bantuan tersebut sebesar Rp 1,911. Milyar.
Kemarin (26/8), sekitar pukul 10.00 Wib, kembali digelar di Pengadilan Neger (PN) Lahat, dengan agenda utamanya masih melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi yang ada, dimana kali ini setidaknya 3 orang saksi di hadirkan di muka sidang yang di pimpin oleh Majelis Hakim Ketua, Lismawati SH, dan 2 anggotanya Dyah Retno Yulianti SH dan Mulyadi Aribowo SH.
Adapun 3 orang saksi itu diantaranya Kusnadi, Waliadin, dan juga Erlansyah yang merupakan saksi wakil dari kelompok tani yang ada mengungkapkan fakta yang hampir sama dalam sidang sebelumnya. Dimana menurut Kusnadi misalnya, dirinya mengaku kelompok taninya sejak menerima bantuan bibit sapi sudah dalam kondisi yang tidak sehat.
“Semuanya saat tiba sudah lemas, dan bisa di katakan tidak sehat lagi. Semula kami menyangka akibat perjalanan jauh dari Lampung, jadi kami tetap terima waktu itu,” ungkap Kusnadi.
Diakui Kusnadi, dalam siding kemarin, bentuk fisik bibit sapi tersebut juga jauh dari semula yang di janjikan. Baik itu tinggi, jenis, atau juga kondisinya. Selang seminggu kedepan, sapi itu akhirnya mulai mati satu persatu, walaupun memang ada petugas Dinas Peternakan dan Perikanan (Dispernik) yang ‘menyambanginya’ selang sebulan kemudiannya, hingga sekarang semuanya mati.
“Kami sempat protes, dimana petugas saat datang dan memeriksa mengatakan bahwa proses kepengurusannyalah yang salah dan tak telaten. Padahal ini semua jelas bermula dari kondisi awal bibit sendiri yang jelek,” papar Kusnadi.
Senada, di kemukakan Waliadin dari kelompok tani Desa Muara Lawai, Kecamatan Merapi Timur ini. Dimana benar kondisi sapi saat ditermia banyak yang tak sesuai ketentuan dan janji awal yang akan di berikan. Sapi-sapi yang di bagikan itu kalo menurut dirinya dan juga rekan-rekannya yang lain, bukanlah bibit sapi siap pelihara, melainkan bayi sapi, yang tentunya masih butuh sentuhan induknya.
“Namanya bayi, jangankan untuk makan terpisah, untuk perlakuannya saja seharusnya masih di bawah pemantauan induknya. Ini yang membuat kami kesulitan di lapangannya,” ungkap Waliadin.
Dikatakannya, pada awalnya sempat menolak dan tak menerima bibit sapi yang ada. Namun, di karenakan di janjikan akan ada pergantian, jika sapi-sapi kemudian mati dalam masa perawatan, maka kelompok tani yang ada menerimanya.
“Faktanya memang kondisi fisik sapi memang tak layak, sehingga sapi-api itu lantas terserang penyakit, seperti mencret perut kembung, hingga sakit kulit, dan berujung pada matinya sapi. Saat hal ini di laporkan ke petugas, sampai saat ini tak ada satupun pergantiannya, walau sapi itu kami pulangkan sebelumnya,” tutur Waliadin.
Sementara saksi Erlansyah mengatakan, di kelompok taninya kondisi lain di dapati. Dimana saat sosialisasi di kemukakan akan ada bantuan dana yang layak bagi kelompok tani yang ada. Namun nyatanya di lapangan, mereka hanya di berikan uang bantuan kandang seadanya saja, sehingga warga ‘terpasksa’ harus memelihara sapinya dengan cara tradisional, yaitu di lepas.
“Sudah sapinya bermasalah sejak awal, bantuan kami terima tak sesuai adanya, dimana hanya di bantu Rp.100 – Rp.200 ribu saja. Jadi sapi kami pelihara dengan cara di lepas, hingga saat ini semuanya mati, baik sakit atau karena tertabrak Kereta Api,” urainya.
Setelah mendengar semua keterangan saksi-saksi, akhirnya Hakim memutuskan untuk kembali menunda sidang yang ada, hingga minggu depan. Di katakan Lismawati, untuk agenda minggu depan masih akan menampilkan saksi-saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendri Hanafi SH dan juga Murni SH.
“Sidang kembali kita tunda, minggu depan di lanjutkan kembali dengan agenda masih menghadrikan saksi-saksi dan pemeriksaannya lebh lanjut.” Ungkapnya ketika dikonfirmasi oleh wartawan usai persidangan.
Berita sebelumnya, pemeriksaan keterangan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumsel yang di tetapkan 30 Juli 2009 lalu Negara mengalami kerugian sebesar Rp 734.328. Juta. Untuk itu, dikatakan Hendri, ketiga oknum pejabat yang masih dinas ini akan dijerat pasal 2 Jo pasal 3 Jo pasal 9, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi (tipikor).
Dari pemeriksaan sebelumnya juga di temui beberapa kejanggalan, dimana bibit sapi yang di adakan tidak sesuai dengan spek atau kualifikasi yang ada, baik jenis, ukuran, kondisi dan jumlahnya. Ironisnya lagi, berdasarkan data yang berhasil dihimpun dilapangan menyebutkan, selain banyak yang mati juga sejak tahun 2007 silam hingga hari ini juga masih ada kelompok tani yang belum juga menerima bantuan bibit yang ada. Adapun daerah tersebut adalah kelompok tani Desa Gelumbang, Kecamatan Kikim Timur.
Selain itu, kenyataan dilapangan banyak yang sakit dan mati dalam waktu sekitar 7 hari setelah penyerahan. Namun, hal ini sama sekali tidak di pertanggung jawabi oleh pihak perusahaan, sebab dilapangannya oleh pihak pelaksana dan juga bendahara di alokasikan sebagian dengan bibit sapi yang bukan jenis PO, atau jenis PO namun ukurannya tidak sesuai, yang tentu saja harganya relative berbeda adanya. Maka dari itu, proyek dana nasional guna pengadaan dan pengembangan bibit sapi PO kepada sekitar 22 kelompok tani yang ada, dengan dana mencapai sekitar Rp.1,38 Miliar dan Spek yang ada adalah bibit sapi ongole berukuran 115 cm meter untuk sapi jantan, dan 110 cm untuk sapi betina. (Firdaus*)
0 komentar:
Post a Comment