Wednesday, October 14, 2009

Provokasi ala Kapitalisme Perkebunan PT. DMIL

Politiksaman.com-Musi Rawas(14/10), ratusan massa dari kec. Karang Dapo akhirnya melakukan aksi massa kegedung DPRD Kab. Musi Rawas dan Kantor Bupati Musi Rawas. Ratusan massa ini mendatangi komplek pemda Mura ini pada pukul 11.00 Wib dengan kurang lebih mengunakan 9 mobil carry dari kec. Karang Dapo. Dengan tuntutan kembalikan lahan mereka seluas 430 Hektar yang dijanjikan menjadi plasma oleh PT.DMIL (dendy Marker)

Ratusan massa ini diketuai oleh Suhendi dan Masrif, sebagai Koordinator lapangan, aksi dialogis ini kemudian memutuskan lebih kurang 9 orang sebagai utusan untuk mencari titik tenggah permasalahan mereka. Namun sebelumnya mereka menjelaskan dalam orasinya bahwa PT. DMIL merupakan akar masalah yang terjadi selama ini dengan mencaplok lahan milik rakyat. Menurut masrip “Setidaknya ada 2000 lebih lahan dikecamatan karang dapo ini diklaim oleh perusahaan perkebunan ini yang katanya merupakan sebuah badan usaha bersama milik veteran TNI dan veteran Tentara Malaysia.yang mendapatkan izin HGU hanya 14.000 Hektar, namun PT. DMIL mengklaim memilki izin sertifikat HGU sebesar 17.749 Hektar, ini bukti bahwa perusahaan perkebunan Dendi Marker (PT.DMIL) merupakan masalah bagi rakyat Musi Rawas, terutama masyarakat Kec. Karang Dapo ” Teriaknya lantang

Dalam dialog dengan unsure muspida dan pihak perusahaan PT. DMIL ini terkuak bahwa 400 kk di kec. Karang Dapo ini sebelum dibukanya lahan perkebunan oleh PT. DMIL ini masyarakat telah mengumpulkas SPPH tanah mereka untuk dikelolah seluas 430 Hektar sebagai lahan plasma, dengan mediasi PT.Elnusa. Namun hal ini tidak pernah terrealisasi, bahkan berkas SPPH yang dikumpulkan warga dihilangkan oleh oknum PT.Elnusa. sebelumnya warga memaparkan bahwa tujuan mereka meminta mediasi ini untuk mempercepat keinginan mereka sesuai dengan janji PT. DMIL sebelum pembukaan lahan didaerah mereka. Kita sudah menyiapkan Koperasi AMANAH untuk menjadi rekanan pengolahan lahan plasma ini, namun anehnya kami tidak mendapatkan penjelasan tentang hak mereka. Bahkan pengolahan lahan didaerah mereka justru jatuh ketangan Koperasi dari Muara Rupit. Ini merupakan provokasi tentunya, bagaimana mungkin orang dari luar bisa mendapatkan lahan plasma didaerah mereka, sedangkan mereka tidak mendapatkan apa-apa, namun ada malah didaerah muara rupit, “ papar Masrip sebagai juru bicara. Rahmat sebagai Humas PT.DMIL membantahn tentang semua penjelasan ini, dan mereka mengatakan tidak pernah mendapatkan berkas apa-apa dari petani atau warga selama ini tentang tuntutan plasma ini.

Massa bubar setelah selesai dialog dengan keputusan akan adanya pembentukan tim oleh Pemda Kab. Musi Rawas bersama-sama untuk turun kelapangan dengan memulai pertemuan pada hari jum’at (16/10) nanti dengan para perangkat kec. Dan desa. Dalam dialog ini Sekda Senen Singadilaga memaparkan “ bahwa pemda sebagai pihak yang menenggahi masalah ini akan bersifat netral. Kita berada ditengah-tengah, jika rakyat benar dan perusahaan melakukan tindakan yang merugikan rakyat, kita akan melakukan penutupan perusahaan ini. Kita tidak main-main “ tegasnya.

Assisten I Basri Soni menambahkan, “ namun masyarakat juga saya minta untuk memenuhi syarat yang ada, jika SPPH ada dan SK Bupati telah keluar sebagai pengakuan Hak, perusahaan tidak bisa macam-macam, karena secuil apapun tetap harus ada ganti rugi.” Jelasnya. Dalam suasana panas ini PT. DMIL bersama penasehat hukumnya Abu Bakar, SH tidak mampu menjelaskan secara rinci tentang pertanyaan Sekda dan Assisten 1 mengenai izin prinsipil HGU dan peta wilayah yang dikeluarkan oleh BPN pusat serta luas keputusan tentang sertifikasi HGU mereka. Terjadi perdebatan a lot, dimana perusahaan mengaku mengantongi izin HGU seluas 17. 700 Hektar Lebih, namun warga secara lantang menentang bahwa ketika masuk kedaerah mereka salah satu pendiri perusahaan perkebunan ini memberikan penjelasan bahwa hanya 14.000 Hektar lahan PT. DMIL yang ada sertifikasi HGU-nya dengan wilayah Kec. Muara Rupit dan Karang Dapo. Dan 2000 hektar lagi merupakan ajuan susulan tambahan HGU yang belum disetujui waktu itu.

Hal yang kembali terjadi adalah Bupati Musi Rawas tidak hadir dan terkesan menghindar menemui pendemo, bukan kali ini saja 3 kali aksi dari petani HTI Trans Kec. Muara Lakitan beberapa waktu lalu juga seperti ini, hanya dihadapi oleh Sekda. Apakah buapti takut akan terjadi hal yang serupa seperti aksi yang dilakukan warga Muara Rupit yang menuntut pemekaran Mura Utara, disaat itu bupati berpidato mengambil mix massa dengan emosi entah sadar tau tidak mengatakan aksi tersebut sama dengan gerakan komunis seperti itulah kira-kira dan akhirnya membuat suasana tambah gaduh dan Bupati dilempari botol air mineral oleh peserta massa. Semoga saja bukan ini alasan Bupati Musi Rawas yang menjadi alasan tidak pernah mau menghadapi aksi massa.

Namun perlu diketahui bahwa Bupati mungkin dalam keadaan mungkin saja dalam keadaan cukup lelah kali ini setelah mengikuti Munas Golkar dan beliau terpilih menjadi wakil bendahara DPP Golkar dan Ketua GAKPI (gabungan Karyawan Pembaharuan Indonesia) yang dulunya diketuai oleh Abdul Ghafur. Disela dialog salah seorang menanyakan keberadaan Bupati didepan ruang Bupati, ajudan Bupati yang merupakan salah seorang anggota kapolres Lubuklinggau mengatakan bahwa Bupati di rumah dinas sedang istirahat.

Dari unsur gerakan Andri Novanto mantan ketua Serikat Tani Nasional (STN) kab. Musi Rawas beranggapan bahwa semua yang dilakukan oleh PT. DMIL juga sama juga yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan lain diwilayah kab. Musi Rawas ini, besok atau lusa klo kasusnya hampir final pasti Humasnya diganti, jadi kasus ini akan kembali nol, seperti kasus warga Desa Semanggus, Desa Sungai Pinang dengan PT. LONSUM, atau pengalaman FPR yang mendampingi desa Pelawe Kec. BTS ulu dengan PT. MEDCO, ketika perusahaan terdesak dang anti rugi tinggal menunggu evaluasi tim, tiba-tiba Humas perusahaan yang merupakan perwakilan perusahaan dan anggota Tim penyelesaian diganti atau dipindah tugaskan. Lagu, begitu juga provokasi perusahaan perkebunan, PT. Lonsum juga melakukan hal sama dalam kasus perebutan lahan Plasma di Desa Semanggus dan Sungai Pinang Kec. Muara Lakitan, warga Semanggus yang tanahnya ada didesa diganti lahan plasma secara sepihak oleh perusahaan ke Desa Sungai Pinang, akhirnya lahirlah gejolak saling Klaim dan konflik horizontal terjadi. Meski kemudia setelag diadvokasi FPR lahan warga Desa Semanggus kembali menjadi milik Warga Desa Semanggus. Ini asli provokasi kapitalisme perkebunan untuk lari dari kewajibanya. Ketika warga saling klaim lahan mereka toh tetap panen, warga bentrok antar desa, perusahaan untung. Benar ngak ? “. Ujar bapak 3 anak ini.

Masih menurutnya sebenarnya hal itu simple jika pemerintah daerah mau menyelesaikan hal ini, coba kita buka bersama izin prinsip perusahaan perkebunan ini, pasti ada kejanggalan, hal ini bukan hanya dilakukan oleh PT. DMIL tapi semua perusahaan perkebunan diwilayah Kab. Musi Rawas ini melakukan pelanggaran atas izin prinsipil sertifikasi atau izin pengolahan lahan HGU, dan ini bukan rahasia umum lagi. Jika Sekda tadi mengatakan serius menanggani hal ini, saya tantang untuk memanggil semua perusahaan perkebunan dan membuat Tim bersama menghitung kembali lahan yang dikelola oleh perusahaan perkebunan dan izin prinsipil dari BPN dengan HGU yang dimiliki perusahaan. “ tambahnya.

edo

0 komentar:

Post a Comment

Komentar Pengunjung

ARSIP

PROFILE TOKOH

PUISI & SASTRA

OPINI

  • Kaca Benggala: Sumpah Palapa - Oleh: Agus Jabo Priyono*) Ibarat pepatah, sebagai sebuah bangsa kita sedang berlayar dengan perahu besar, melawan gelombang liar. Dikurung langit yang tla...
    15 years ago